My Thoughts On..
L'endroit j'établis mon esprit -The Place I Lay Down My Mind-
Sunday, July 31, 2022
Kalimat Alhamdulillah dan ...
Saturday, October 09, 2021
New Personal Site
Hi, I have a new blog. Please visit https://rabindra.id. Yay! Finally my personal website with personal domain name. lol.
For now, I put my travelog there, basically a copy of the writing from my Instagram account. But it's very possible that I write broader topics there.
See you!
Friday, August 27, 2021
Pakde Soendjojo
Beliau tinggal di Bandung. Oleh karena itu, setiap lebaran sebelum pandemi, biasanya kami pergi ke Bandung untuk mengunjungi beliau. Ya, soalnya memang yang paling tua kan ya.
Pakde Soen merupakan sosok pengajar pendidikan sejati, dan selalu antusias dengan kegiatan mengajarnya. Beliau tadinya mengajar di IKIP, yang kemudian berubah menjadi UPI, lalu kemudian di Universitas Kuningan. Keahliannya adalah terkait dengan biologi dan pengetahuan alam.
Waktu saya coba googling, ternyata banyak juga ya buku yang telah ditulisnya. Ngga nyangka! Haha. Selama ini saya belum pernah mencoba googling nama beliau.
Yang membuat saya selalu teringat dengan beliau adalah suaranya yang berat dan sangat jawa sekali.
Beliau sudah tinggal di Bandung sejak akhir tahun 60-an
Salah satu hal yang sering diceritakan beliau adalah bagaimana beliau mengusulkan adanya nama jalan Pecah Kopi, yang apabila diterjemahkan ke Bahasa Inggris adalah Coffee Break.
Beliau orang yang sangat taat waktu. Kalau bermalam di rumahnya, biasanya jadwal makan pagi, siang, dan malam sangat on time. Misal jam 8 pagi, 12:30 siang, dan 19 malam. Dan kami semua lalu makan di meja makan bersama-sama.
Sudah dua lebaran ini kami tidak berlebaran di rumah beliau, karena terjadinya pandemi. Sungguh sangat kangen suasana kebersamaan bersama beliau.
Kalau ke Bandung, tidak bisa tidak saya menyambangi rumah beliau, walaupun sebentar. Ya, hal ini memang lebih karena didikan ortu sih. Intinya, kalau kami berkunjung ke rumah beliau, pasti beliau akan sangat senang.
Terakhir saya bertemu beliau dua tahun lalu waktu ke Bandung, sebelum pandemi terjadi. Beliau sangat senang bercerita, tak terkecuali pada saat kunjungan saya hari itu.
Saya ingat suasana saat itu. Malam hari, di meja makan hanya ada kami berdua, duduk berhadap-hadapan. Beliau bercerita dengan semangat sambil menikmati makanan yang disajikan. Salah satu condiment favorit beliau adalah sambal tomat yang sangat khas. Begitu selesai makan main course, dessert berupa buah tak pernah luput disajikan dan disantap.
Sudah beberapa tahun terakhir, beliau hobi bercerita tentang pengalamannya waktu ke Aceh dimana dia menjadi pengajar di sana. Saat itu, kalau ga salah memang ada program pendistribusian pengajar ke daerah-daerah yang dinilai lebih tertinggal.
Beliau bercerita bagaimana beliau berkreasi merakit kursi dari sisa-sisa kayu hasil konstruksi bangunan, barter rokok dengan beras, dan sebagainya. Lalu bagaimana dia naik pesawat di kali itu, saat naik pesawat belum selumrah sekarang.
Sebenarnya saya sudah agak bosan mendengar cerita yang memang sudah pernah saya dengar sebelumnya. Tapi, saya menahan diri untuk tidak menginterupsi dan selalu menyimak cerita beliau dengan serius. Saya juga tidak mengecek handphone sama sekali. Alhamdulillah ya Allah berikan kekuatan dan petunjuk, hehe. Jadi, saya tidak menyesal melakukan itu. Saya katakan ke diri saya sendiri dalam hati, “Arya, bisa jadi ini adalah saat terakhir kamu bercengkerama dengan beliau. Bisa jadi ini adalah saat terakhir kamu mendengar cerita beliau. So please, cherish the moment". And I did it!
Dan benar saja, saat itu adalah kesempatan terakhir saya mendengar cerita dari beliau :(. Terakhir waktu idulAdha kemarin, alhamdulillah masih bisa video call bersama beliau.
Semoga beliau husnul khotimah ya. I will really miss him.
Sunday, July 04, 2021
You Are Strong
I know that everyone is different.
I know that things that might work for a person, doesn't necessarily work for another person.
This including the "you are strong" encouragement, that doesn't really applicable for me. I know it might work for someone else, including you, but personally it's difficult for me to implement it. It's not that I rebuke if a person say that to me. I really know that they mean well, and it's nothing but a good encouragement. And I really appreciate anyone who say that to me.
You know why it's difficult for me? Since in the past, I heavily relied on me, myself, and I. Every hardship, every difficulties, I relied on my capabilities, skills, and toughness to overcome. Until one time, I encountered a problem, that might be look simple for others persons, but for me it's pretty difficult. I was extremely devastated, frustrated. I was, depressed.
I always thought if I tried very hard, gave it all I had, I could overcome it. That's the thing that I always believed.
Some people said keep trying, and I could do it all. I had the power in me. But for me, it's exhausting.
Then, at one moment, I surrendered everything to Allah. He is the one who strong. He is the one who capable. He's the Almighty. Lahaula walaquwwata Illabillah. "There is no power nor strength except by Allah."
That doesn't mean that I'm not trying. That doesn't mean that I'm only praying. I should, even must, try hard, pretty hard. But at the same time, I should know that there are things that I can't control. And the thing that I want, the thing that I want, doesn't always imply the thing is good for me. Based on my small, insufficient, knowledge, I do think it's good for me. Bu the truth is, I don't know.
By surrendering to Allah, I know, and believe, that He, Yang Paling Pengasih dari segala yang pengasih, Yang Paling Penyayang dari segala yang penyayang, yang Paling Kuat dari segala yang kuat, would choose The Best for me.
And yes, I'm not strong at all. But I have Allah, The Almighty.
Friday, July 02, 2021
Milan Day 1
Brera
Monumen Leonardo da Vinci
Teatro Alla Scala
Luini Pazzerotti
Castello Sforzesco
Saturday, June 19, 2021
Flying to Milan
Monday, 29 July 2019. 07:53.
Saya agak lupa mengapa saya memilih hari itu untuk terbang. Kalau ngga salah yang jadwalnya lumayan oke dari pilihan-pilihan yang kurang oke. Jadi, sebenernya saya inginnya sampai di kota tujuan itu siang hari, sehingga saat mencari penginapan bisa lebih mudah. Selain itu, kalau saat siang, saya merasa lebih aman.
Walaupun saat itu, jatohnya sampai di Milan malam juga sih. sekitar jam 9-an gitu. Tapi ini mendingan dibanding jadwal lain yang kalo ga salah tiba di Milan itu tengah malam.
Oleh karena khawatir dengan jadwal ketibaan saya yang malam hari, saya sempat tanya ke kawan saya yang tinggal di Italia, apakah lebih baik saya menginap di airport saja untuk malam itu dibanding ke penginapan. Tapi tidak semua airport kan nyaman untuk diinapi. Ujung-ujungnya saya tetap booking penginapan sih, dan lihat entar lah bagaimana situasi ketika saya sampai di Milan.
Berangkat
Entah mengapa bagi saya, pemeriksaan di imigrasi itu kadangkala membuat nervous. Mungkin karena pernah mendengar cerita bahwa hal-hal yang tidak terduga terkadang bisa saja terjadi di imigrasi.
Nah, waktu mau keluar dari Indonesia pun, si petugas imigrasi-nya menanyakan mengapa saya perginya lama banget. Saya jawab saja, "sekali-kali nih mba, sudah stress bekerja". Petugas-nya hanya manggut-manggut dan akhirnya memberikan cap pada paspor saya. Alhamdulillah.
Penerbangan saya ke Qatar kala itu menyenangkan, karena tidak ada orang yang duduk di sebelah saya. haha. Itu adalah ke-3 kalinya saya ke Doha, Qatar yang seluruhnya adalah untuk transit.
Di Qatar pun saya hanya transit sebentar sebelum berangkat ke Milan.
Di perjalanan ini, saya kehilangan Kindle saya. Saya sungguh lupa ketinggalan di mana. Dugaan saya waktu dalam proses pemeriksaan di airport ya. Biasa kan, laptop dan tablet diminta dikeluarkan dari tas. Tampaknya saya sudah mengeluarkan dari tas, tetapi lupa untuk memasukkannya kembali. Ya sudah lah mau bagaimana lagi kan. 7
Bagaimana perasaan saya selama di perjalanan? Frankly speaking, anxious. Soalnya ada beberapa yang bilang kalau di Italia itu tidak gitu aman, termasuk Milan. Saya jadinya riset dong di Internet, bagaimana kondisi keamanan di Milan. Saya temukan bahwa di Milan itu relatif aman dibanding kota lainnya di Italia. Apalagi, Milan adalah kota terkaya di Italia. Informasi tersebut cukup melegakan.
Tapi, saya riset lebih lanjut dong mengenai tips-tips keamanan di Milan. Tidak ada yang khusus sih, paling katanya kalau ada orang yang berpenampilan mencurigakan, lebih baik jauhi saja. (Ya iya laah). Lalu saya sampai cari tips cara membeli tiket transport dari airport ke penginapan bagaimana, bayarnya harus pakai apa, berhentinya di stasiun apa, jam berapa, berapa kali berenti, dan sebagainya. Tidak lupa saya mencari tahu kondisi keamanan tiap tiap stasiun dan memilih the safest one.
Jadi, basically once I landed in Milan, I know everything what I should do to get to the accommodation. My goal that day is only one: sukses sampai di penginapan dengan selamat.
Tiba di Milan
Alhamdulillah tiba di Milan dengan selamat. Imigrasinya pun ngga kepo, ga nanyain kenapa saya lama-lama di Eropa, haha. Airportnya menurut saya cukup oke.
Setelah keluar dari imigrasi (atau sebelum ya?), yang saya lakukan adalah mengganti SIM Card, jadi saya bisa mengakses Internet sesegera mungkin. Saya merasa aman kalau handphone saya nyala dan aktif, serta bisa terhubung ke orang-orang.
Di Milan Airport, saat itu ada semacam corner ini, yang menurut saya sangat artsy. Saya merasa benar bahwa saya tiba di Eropa, haha.
Saya kemudian beli tiket kereta airport di vending machine, pembayaran menggunakan credit card (atau kartu Jenius ya? lupa). Sudah beli tiket, tidak diperiksa pula sama sekali, haha. Eh, sebenarnya ada sih kayak semacam mesin untuk stamp gitu sebelum masuk ke ruang kereta, tapi tidak ada yang menjaga, dan juga tidak ada turnstile-nya. Lalu saya memerhatikan orang-orang, ada yang stamp dan ada yang engga. Makin bingung lah, haha. Saya sih stamp aja ya.
Malam itu, tidak terlalu banyak penumpang yang menaiki kereta bersama-sama saya. Nama keretanya adalah Malpensa Aeroporto. Keretanya sendiri bagus sih, macam kereta airport lah, dimana ada space sendiri untuk tempat menaruh koper-nya.
Sekitar 37 menit, saya kemudian sampai di Stasiun Cadorna, kemudian dari situ naik Metro. Nah, syukurlah di zaman sekarang ada teknologi bernama Google Maps ya, jadi saya bisa tau berapa pemberhentian yang perlu dilalui sebelum turun di stasiun yang paling dekat dengan penginapan.
Saya turun di Stasiun Lima, yang berada di via Buenos Aires. Via artinya jalan. Nah, jalan Buenos Aires ini merupakan jalan yang lebar dan ramai. Cukup sulit membuat asosiasinya dengan jalan di Jakarta. Secara lebar jalan, ada 3 lanes dikali 2, berarti total sekitar 6 lanes. Di Jakarta, ga ada ya yang lebarnya segituan. Jl Soedirman itu 8 lanes kan ya?
Terus, yang membuat beda lagi adalah trotoarnya yang sangat lebar, dan jadi bisa ada meja-meja restoran yang diposisikan di trotoar itu. Tapi hal tersebut tidak sampai membuat trotoar tidak nyaman karena sangat lebar.
Nah, tadinya udah khawatir saja bahwa begitu saya sampai, karena sudah malam, jalanan akan sangat sepi dan gelap sehingga rawan. Eh, begitu selesai naik eskalator dan keluar Stasiun Lima, jalanan masih ramai dong. Tidak sampai crowded, tapi masih banyak orang duduk-duduk di restoran, masih banyak yang berlalu lalang, dan saya pun merasa aman.
Perlu sekitar 5 menit berjalan untuk sampai ke penginapan. Tidak sulit untuk menemukan penginapan tersebut. Alhamdulillah penjaga penginapan pun menyambut saya dengan ramah, dan ada welcome drink pula! Haha.
Jadi, ini sebenernya juga rada2 capsule hotel sih. Mereka punya beberapa kamar. Di dalam kamarnya ada bunk bed, tapi juga ada yang single bed. Gw pilih yang single bed lah. Udah capek jauh-jauh, I think I wanna sleep in peace.
Nah, untuk masuk kamarnya ada passcode gitu yang perlu dimasukkan. Dan, untuk masuk ke kabin saya, ada semacam passcode juga.
Yang saya suka dari tempatnya adalah: bersih! Kemudian, walau cabin saya kecil, tapi saya merasa cukup private karena suara-suara di sekitar ga gitu kedengeran seperti di bobobox.
Saya pun sedikit unpacking, bebersih, kemudian tertidur pulas.
Saturday, May 29, 2021
Euro Trip - Prolog
This topic is integrated with my posts in Instagram.
Since some of the sub-topic is picture-less, so I think I will just write them in this blog instead of in Instagram. Although I might take some excerpt from here to be put in Instagram.
I know this will be my longest travelog for quite a while. Why? Since
the travel duration itself was a whopping 2 months. Yeah, I had a 2-month Euro Trip in 2019! For European, 2
months of traveling perhaps not something unusual. But for Indonesian, I
think not many people do that, especially at my age that time, which is
20-ish. I kid, I was in my early 30-ish when doing the traveling.
Why?
Some
people guessed that I did that for "soul searching". I beg to differ. I
dont think that my Euro Trip was to do soul searching, or something
spiritual like that. I just wanted to do it, and alhamdulillah at that
time, I had sufficient time and resource to do it.
Did I eager to travel to
Europe? Actually not. I never had an ambition or dream to travel to
that continent. It's like a nice to have, although previously
I had never landed in Europe. So yeah, the timing was just right. And, few months after that, pandemic appeared. I'm so thankful with the timing.
And I was single and still had no dependent. If I already married (and had children), traveling for 2 months sound very unlikely.
But, why 2 months?
Hmm, actually one of my close friends had his wedding ceremony in the end of September. Jadi event itu semacam yang membatasi durasi Euro Trip saya. If
there's no event that I had to attend in Indonesia, my trip could be
longer I guess. But not sure about the financial wise, whether I was willing to spend more, lol. Umm, atau sebenernya bisa aja sih kalau mau jadi parasit di rumah kawan di Eropa. Lol.
How about my work?
So, I had resigned from the company that I worked for. When submitting resignation, I actually hadn't signed to any workplace. I even had not submitted a single job application. That made me able to travel for 2 months.
Financial
Mungkin pertanyaan berikutnya adalah, keadaan finansial gimana dong? Prior doing this trip, I had a consultation first of course with my financial advisor. Basically, my financial condition was fine, and I was allowed to having a trip. Alhamdulillah.
The Reaction
Salah satu
kekhawatiran saya mengenai traveling saat unemployed adalah tanggapan
orang-orang. "Wah pengangguran!", "Udah gila ya jalan-jalan lama pas lagi
ga kerja?". Well, berhubung ini bukan pertama kalinya saya ambil gap
months (bukan gap year), jadi secara mental sudah lebih siap sih. Dan biasanya
pikiran-pikiran itu hanya ramai dalam otak sendiri saja, syukurnya
orang-orang yang ditemui juga relatif woles. Dan, bisa jadi pikiran2
negatif itu muncul di saya, karena saya berpikir bahwa dunia
berpusat ke saya. Padahal, orang pun punya urusan sendiri-sendiri dan
don't really mind toward mine. Kalo ada yang julid, itu pun di luar
kontrol saya, dan I should not mind it. Sebagian besar tanggapan malah, "wah
seru banget, pengen juga dong", haha. Semoga that's honest reaction ya.
Alhamdulillah tidak ada yang merendahkan atau gimana ya, dari
keluarga dan kawan dekat sangat suportif ya. Kawan tidak dekat juga
tidak ada yang nyinyir atau gimana, haha.
Salah satu bude saya,
usia hampir 80 tahun, yang saya ceritakan tentang rencana saya ini juga
sangat suportif, to my amazement. Saya tadinya pikir kalau semakin tua,
orang akan semakin konservatif dan menolak mentah-mentah rencana
traveling ke tempat jauh selama 2 bulan tanpa pemasukan. Ternyata beliau
sangat mendukung, bahkan tampak lebih semangat dibanding saya. Haha.
Beliau ini juga senang traveling sih, dan kemudian beliau memberikan
saran tempat-tempat untuk dikunjungi di Eropa.
Preparation
Beli Tiket
Jadi, yang
pertama kali saya lakukan adalah: beli tiket pesawat! Jadi, saya beli
tiket promo non-refundable PP ke Milan, Italia. Kenapa Milan? Soalnya I
know deep within my soul that my calling is fashion. Milan, sebagai
salah satu ibukota fashion dunia, is the right choice.
Becanda
deng, gila aja. Soalnya tiket promonya saat itu yang paling murah adalah
yang ke Milan, pakai Qatar Airways yang saat itu adalah best airline
bahkan mengalahkan Singapore Airline. Sebenarnya bahkan saya ga tau di
Milan ada apa saja, haha. Saya tau ada 2 klub sepakbola super terkenal
yang bermarkas di kota ini, tapi saya bukan penggemar sepak bola juga.
Setelah
beli tiket PP, dari situ saya menyusun rencana kasar mengenai rute
perjalanan saya. Well, hal tersebut diperlukan juga kan untuk mengurus
visa, jadi sekalian lah.
Persiapan Itinerary
Actually,
going to Euro Trip, ALONE, was quite a leap of faith for me. Since I
had never done any solo trip abroad before (well, I don't count business
trip). Okay, when I was going to Japan and China, there were some
partial solo trips, but they don't count either.
For me, 2 months
is not a short time. Saya adalah seorang yang cenderung cukup
merencanakan sesuatu kalau mau bepergian, bukan yang impulsif gitu.
Jadi, maunya sih well-planned ya. Tapi, merencanakan trip untuk 2 bulan bukanlah hal yang mudah dilakukan.
Bahkan, tampaknya perencanaan mendetail untuk 2 bulan perjalanan
bukanlah hal yang baik untuk dilakukan. Sangat banyak faktor yang tidak
atau belum saya ketahui, dan memasang rencana detail yang belum tentu
bagus dan feasibilitynya dipertanyakan, hanya membuat stress saja.
Jadi,
waktu sebelum berangkat, saya bikin ancer2 tujuan saja selama 2 bulan.
Mulai deh buka-buka peta Eropa, negara ini tetanggaan dengan negara apa
ya. Lalu, bertanyalah saya kepada kawan-kawan mengenai kota apa yang
perlu dikunjungi dan berapa lama waktu yang baiknya.
Sebelum terbang, lebih kurang itinerary yang confirmed hanya selama 2 minggu pertama saya di Eropa. Adapun minggu-minggu selanjutnya, saya susun sambil jalan saja. Jadi, itinerary yang dimaksud pun lebih ke hari ini saya di kota apa, dan menginap di penginapan apa. Tapi, saya belum tahu tuh di kota X akan mengunjungi obyek wisata apa saja di hari ke berapa, haha. Biasanya saya kalau bikin itinerary itu sangat detail.
Persiapan paspor
Since I would enter and exit Europe via Italy, so I applied my Schengen Visa via Italy. I submitted
the application at VFSGlobal in Kuningan City. Alhamdulillah everything
was fast and quick, and no issue at all.
I only got 2 months plus
3 days visa duration (multiple entry) though, only 3 days longer than
my stay duration in Europe. I'm wondering why it's so rigid with the visa duration. Some people
suggested that I should opt to submit via Netherland, since they are
more generous. But I thought submitting via Italy was a safer option.
Persiapan Barang Bawaan
Kalau traveling, alhamdulillah seringnya berupa leisure traveling, jadi bawa koper dan menginap di hotel. Nah, tapi berhubung kali ini perjalanan hemat, perangkat yang perlu dibawa pun perlu disesuaikan.
Dari yang biasanya bawa koper, kali ini saya menggunakan backpack supaya lebih fleksibel. Misal: untuk ke penginapan kan most likely akan naik turun ke subway station. Tidak semua station dilengkapi dengan elevator dan atau eskalator. Nah, lebih mudah pakai backpack daripada harus gotong koper. Thanks to Vicky yang sudah meminjamkan tas-nya untuk saya pakai (ngga modal banget ya saya? haha).
Barang-barang yang dibawa:
1. Pakaian bersih untuk 10 hari.
2. Vacuum bag. This is A MUST! Saya kayaknya bawa 3 vacuum bag deh beserta 1 pompanya. Awalnya saya tidak percaya, tapi ini efektif banget sih dalam mereduksi volume barang bawaan. Well, tapi kadang-kadang ada yang bocor gitu plastiknya. Jadi, menurutku bawa cadangan perlu.
3. Gembok
4. Detergent. Terkadang saya perlu mencuci secara manual juga.
5. Lunch Box. Nah, ini perlu untuk masukin kelebihan makanan, untuk bisa dimakan selanjutnya.
6. Laptop. Ini ga terlalu sering dipake sih, tapi saya orangnya belom bisa untuk mobile-only.
7. Kindle. Nah, tapi ini sayangnya hilang entah di mana. Dugaan saya di Qatar sih waktu perjalanan berangkat.
Persiapan Mental
Jadi, kalo cerita
ke orang-orang kalo saya mau solo traveling ke Eropa, salah satu
respons yang sering saya terima adalah "duh, hati-hati ya. di sana
kurang aman.", "wah, di sana banyak copet, waspada ya", dan sebagainya.
I
know maksud mereka baik, dan mereka sangat care terhadap saya. Namun, I
cant lie kalau hal tersebut membuat saya sangat khawatir. Bahkan,
sehari sebelum berangkat ke Milan, yang saya sibuk lakukan adalah
Tapi
ada bagusnya sih, saya jadi revisit akomodasi yang akan saya tinggali.
Saya baca secara mendetail review2nya, mulai dari lingkungan sekitar,
keamanan, dan sebagainya. Bahkan saya juga liat di Google Street gimana
penampakan sekitarnya, haha. Maklum, tadinya prioritas utama dalam
memilih akomodasi adalah: harga dan rating. Kemudian, saya memasukkan
lokasi sebagai kriteria utama juga dalam pemilihan akomodasi.
Nah,
tadinya di Milan itu rencana awalnya menginap di daerah yang agak
pinggiran. Lalu, saya coba deh liat di Google Maps, akses ke daerah situ
dari airport atau pusat kota bagaimana. Bahkan saya juga lihat kondisi jalan dan bangunan di situ seperti apa, haha. Kalau agak-agak mencurigakan, saya langsung ganti yang lain. Duh, gimana ya, soalnya bukan nginep di hotel berbintang atau gimana, yang lokasinya hampir pasti oke. Haha.
Labels
- ads
- amazing race asia
- apple
- article
- book
- computer
- daily
- drink
- family
- fasilkom
- film
- food
- friend
- ga jelas
- game
- gathering
- gedung
- holiday
- indonesia
- info
- iseng
- islam
- jalan-jalan
- jogjakarta
- laptop
- lyrics
- meracau
- movie
- music
- occasion
- pengmas
- personal
- picture
- place
- place of interest
- plan
- poll
- porn
- quote
- racau
- random thought
- review
- sinetron
- song
- sport
- study
- telkomsel
- tv
About me
- M.Rabindra Surya aka Arya aka Rabz
- Male
- CSUI
- Twenty
- Maaf kalo ada postingan dengan bahasa Inggris kacaubalau. Lagi belajar ^^"