Tuesday, February 27, 2018

Eyang Dirman


 "Saya jangan disebut Jenderal, sebutlah seorang teman saja."

Quote tersebut mengawali bagian Catatan Editor pada buku biografi eyang saya. Nama eyang saya adalah Soedirman, yang pada masa hidupnya merupakan seorang tentara. Sebelum saya menulis lebih jauh, saya ingin menyampaikan bahwa beliau bukanlah Jenderal Besar Soedirman yang terkenal itu. Memang kebetulan eyang saya memiliki nama yang sama dengan beliau, dan keduanya sama-sama merupakan tentara.

Beliau bukannya tidak sukses dalam karirnya di bidang militer. Pangkat terakhirnya adalah Letnan Jenderal (untuk yang kurang familiar dengan tingkatan di bidang militer Angkatan Darat, level ini adalah satu level di bawah Jenderal). Beliau juga pernah menjadi salah satu kandidat KSAD untuk menggantikan Gatot Soebroto. Selain beliau, kandidat lainnya adalah Ahmad Yani dan Soeharto. 

Saya baru tahu hal ini juga karena membaca biografi beliau, dimana Jenderal A.H Nasution menceritakan kisah tersebut. Jadi, Pak Nas (panggilan akrab A.H. Nasution) memberikan 3 alternatif nama kepada Soekarno. Eyang saya menjadi yang pertama tersisih karena menganut ideologi kurang sesuai dengan apa yang sedang digalakkan Bung Karno saat itu.

Begitu membaca bahwa nama beliau dijajarkan dengan nama-nama besar itu, dalam hati saya berkomentar, "wah, eyangku ternyata hebat juga ya". Siapa pula yang tidak tahu A.H Nasution, Gatot Soebroto, Soeharto, dan Ahmad Yani? Pastinya ada saja sih yang tidak tahu. Dan eyangku, saya sangat yakin pasti sangat sedikit yang tahu akan beliau.

Lalu mengapa saya membuat postingan ini? Sangat mungkin bahwa ini merupakan sentimen pribadi, karena beliau adalah eyang saya sendiri. Tapi saya merasa bahwa ada hal-hal yang bersifat universal yang dapat diteladani dari beliau. Dan mungkin supaya teladan tersebut bisa menembus ruang dan waktu melalui ranah digital, dan tidak terkungkung dalam buku biografinya semata.

Oya, saya coba googling, ternyata ada halaman wikipedia-nya Letjen H. Soedirman lho (https://id.wikipedia.org/wiki/H._Soedirman), walaupun banyak data yang tidak lengkap.


Alasan Terjun ke Militer 


"Aku turut mendaftarkan diri sebagai Calon Prajurit PETA. Tindakan itu kuambil, bukan karena aku ingin menjadi Prajurit Profesional, tetapi untuk memberi teladan supaya murid·muridku yang sudah dewasa, dan para muda remaja di Seinendan yang aku turut membinanya, berbondong-bondong turut mendaftarkan diri sebagai CaIon Prajurit PETA. "

Zaman sekarang, apabila seseorang masuk ke dalam bidang militer, mungkin lebih karena pilihan profesi. Namun zaman dahulu, bisa saja orang masuk ke dalam bidang militer karena terpanggil oleh moral perlawanan politik yang tumbuh dalam masyarakat, sekalipun itu bukan panggilan jiwanya, seperti yang dialami oleh eyang.

Beliau berpendapat bahwa kemerdekaan suatu bangsa, memerlukan kesatuan tentara yang berdisiplin, tentara yang memiliki jiwa membela negara. Dan hal ini, ia temukan pada tentara Jepang.

Karir di Bidang Militer


"Dunia militer bukan duniaku, tetapi 30 tahun aku berada di dalamnya."
Walaupun memiliki jabatan yang tinggi, tetapi ternyata eyang cukup sering merasa tidak betah berkarir di miliiter. Karena sikap seperti itu, eyang pernah sampai 5 kali mengajukan permohonan mengundurkan diri dari militer, yang tidak pernah dikabulkan.

Dunia militer bagi beliau tidak semata-mata sebagai sebuah perjuangan fisik. Dunia militer juga sebuah perjuangan moral. Dalam hal ini beliau sering merasa tidak pantas jadi seorang tentara, di mana memang tidak dapat dipungkiri cukup sering mengutamakan tindakan fisik. Eyang berpendapat bahwa seseorang tidak dapat menjalankan tugas yang bertentangan dengan hati nuraninya.

Di zaman sekarang, kata 'passion' cukup sering diagung-agungkan. Di zaman dahulu, passion mungkin merupakan hal mewah yang tidak semua orang bisa miliki. Untuk sebagian orang, seperti dari eyang-eyang kita, passion mereka bisa jadi adalah untuk merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan, bagaimanapun bentuknya. Walaupun hal tersebut mungkin mesti mengorbankan keinginan dan panggilan jiwa yang sesungguhnya dari mereka


Kesederhanaan Eyang Dirman


Soedirman menyebut pula dirinya sebagai seorang penggembala:

 "Banyak orang ingin menjadi besar. Saya tidak. Saya ini punya tanggung jawab yang besar, saya ini Penggembala. " 

Salah satu sifat yang amat saya kagumi dari eyang saya adalah kesederhanaannya. Apabila melihat portofolio beliau, dan juga siapa kawan-kawan dekatnya (di mana banyak dari mereka yang merupakan founding fathers negara ini, baik dari sisi kenegaraan, militer, agama), mungkin sangat besar godaannya untuk hidup tidak sederhana.

 Banyak cerita tentang kesederhanaan beliau, ini salah satunya, yang menurut saya amat menarik, diceritakan oleh salah satu supirnya: "Suatu hari pulang dari Surabaya, di pertigaan Tuban ada seorang kakek menyetop mobil, sambil membawa keranjang ayam. Saya pura-pura tidak melihat, karena saya sadar sedang membawa Jenderal berbintang 3. Tapi beliau malah meyuruh saya membawa kakek itu. Dengan membawa keranjang ayam ke dalam mobil, masya Allah, baunya kotoran itu . Tapi bapak senang saja. Malah asyik berbicara tentang keluarga kakek itu . Ternyata kakek itu berasal dari Karang Asem, seorang nelayan ."

 Mobil yang digunakan beliau pun sederhana. Sampai-sampai kalau berkunjung ke rumah menteri, menteri tersebut sampai iba karena mobil yang dipakai eyang sudah keropos.


Keamanan di Mata Eyang Dirman


Salah satu kalimat dari beliau yang menurutku sangat "dalam" adalah kalimat ini. Tertuang oleh seorang letjen, mengenai hakikat sebenarnya dari keamanan.

 "Dapatkah suatu daerah menjadi aman bila tidak ada keamanan kampung, bila tidak ada keamanan di dalam rumah tangga. Begitu pula tidak ada rasa aman dan rasa damai bagi si suami, bila si istri sendiri tidak merasa damai di dalam rumah tangga itu. Terang kiranya, bahwa sumber keamanan adalah terletak di dalam rasa aman dan damai dari setiap manusia. "

Yang kalau saya boleh menyimpulkan, bahwa hakikat sebenarnya dari keamanan tersebut adalah peace of mind, di mana cukup identik dengan meditasi. Kata kunci dari meditasi sendiri adalah 'let go'. 'Let go' sendiri merupakan definisi dari agama Islam. Sungguh eyangku benar-benar filosofis. 


Sifat Religius Eyang


"Betapapun tingginya ilmu pengetahuan, manusia tetap mcrupakan rahasia alam yang serba berganda "

Eyang merupakan seseorang yang religius, dimana beliau menyadari bahwa terdapat batasan-batasan yang dimiliiki oleh manusia, yang hanya merupakan ciptaan dari Sang Pemilik Semesta. Sifat religiusnya lebih banyak diterapkan dalam tingkah lakunya sehari-hari, dan bukan berupa menceramahi.

 Menariknya, ketika saya googling, beliau ternyata salah seorang pendiri dari Majelis Ulama Indonesia. Potongan artikelnya lebih kurang seperti ini: "MUI berdiri pada 26 Juli 1975 di Jakarta sebagai hasil Musyawarah Nasional I Majelis Ulama Indonesia. Musyawarah ini diselenggarakan oleh sebuah panitia yang diangkat oleh Menteri Agama, yang diketuai oleh #eyangdirman dan Tim Penasihat yang terdiri dari Prof. Dr. Hamka, K.H. Abdullah Syafe'i dan K.H.M. Syukri Ghazali."

 Saya merasa seperti seorang cucu yang tidak berbakti. Tau sejarah eyangnya karena berselancar di dunia maya. Yang saya tahu, beliau bersahabat cukup dekat dengan Buya Hamka. Beliau juga meminta untuk dimakamkan tidak jauh dari makam sahabatnya tersebut. Dan ya, eyang dimakamkan di TPU Tanah Kusir, hanya beberapa meter dari makan Buya Hamka.


Action Speaks Louder Than Words


 Ibuku mengatakan bahwa eyang bukanlah orang yang senang berbicara. Saya cukup yakin bahwa banyak buah pemikiran yang ditulis eyang, ataupun kisah eyang yang diceritakan oleh orang lain, yang bahkan anaknya sendiri tidak begitu tahu akan hal tersebut. Ibuku berkata bahwa eyang lebih sering memberikan teladan, atau memberikan contoh, dibandingkan ceramah atau nasihat. Ibuku bahkan lupa apa nasihat yang pernah diberikan oleh eyang, tapi lebih ingat perilaku eyang dan juga bagaimana orang-orang di sekitarnya begitu respek terhadap eyang.

 Saya sendiri tidak begitu mengenal eyang secara dekat, hanya samar-samar terbayang, karena beliau meninggal waktu saya berusia 7 tahun. Membaca biografi-nya, yang berisi pendapat orang lain mengenai beliau (baik kawan, maupun yang pernah menjadi lawannya), dan juga berisi buah pemikirannya, ternyata banyak hal yang membuat saya kagum kepada beliau.

Dan ternyata ada yang buat video Youtube-nya https://www.youtube.com/watch?v=dl7HpQPHaak

About me

  • M.Rabindra Surya aka Arya aka Rabz
  • Male
  • CSUI
  • Twenty
  • Maaf kalo ada postingan dengan bahasa Inggris kacaubalau. Lagi belajar ^^"