Wednesday, February 22, 2012

Inisiatif Si Supir Metro Mini

This blog is revived! After months and years, I finally write on this blog again.
I know you must be happy seeing me back (some of you then flinched by reading this prolog, and then decided to close this page :p)

You know why I back to write in this blog? Oh, perhaps Arya doesnt satisfy with microblog and he wants to post a lengthy post? Not at all. Even when I want to write paragraphs of story of my trip to China last year, I managed to use Facebook’s photo album. LOL. Usually, I use plurk and/or twitter to write. But, writing on this blog again somehow makes me feel nostalgic.

Ok, selanjutnya akan pake Bahasa Indonesia informal ya. *iya, iya, ribet amat loe Ya*
http://www.blogger.com/img/blank.gif
Seperti biasa, hari Senin kemarin saya naik Metro Mini untuk pergi ke kantor. Naik dari daerah Dapur Susu, Pondok Labu. Bagi yang belum tau, Dapur Susu itu lokasinya masih di Jalan Fatmawati.

Bagi yang engga tau Jalan Fatmawati, coba aja cari di Google Map :p. Engga tau Google Map? Waduh, karunya. Nih, coba klik ini: maps.google.com. you’re welcome.

Namun, ada yang lain di hari itu. Jalanan tampak lebih macet dibandingkan biasanya. Bahkan untuk ukuran hari Senin sekalipun. Biasanya kalo macet, gw inisiatif jalan kaki sendiri sampe jalanan di mana macetnya reda (iya, saya segitu tidak sukanya dengan macet, dan lebih memilih jalan walaupun itu cukup jauh). Untuk kali ini, saya ga mungkin jalan kaki. Perjalanan masih sangat jauh, lagipula kalau saya jalan kaki sampe jalanan lancar, pasti saya ga dapet tempat duduk di bis.

Untunglah, baru sebentar menunggu, ada Metro Mini kosong yang datang. Langsung saya masuk dan duduk di tempat favorit saya. Usut punya usut, kemacetan tersebut disebabkan oleh Metro Mini yang mogok di depan Giant Fatmawati. Jalanan di depan Giant tersebut relatif sempit, sehingga apabila ada mobil yang mogok maka arus lalu lintas akan sangat terganggu.

Supir Metro Mini yang saya naiki, sebut saja Pak Asep, langsung berkomentar, “wadoh, ada yang mogok. Nanti gw dorong dah”. Btw, jangan pikir kalo yang dimaksud Pak Asep dengan dorong itu adalah dorong manual dengan tangan ya. Kalau Metro Mini, dorong itu adalah dengan menggunakan badan Metro Mini-nya. Ya semacam menabrakkan diri lah, tapi tentunya dengan kecepatan yang sangat pelan, sehingga tumbukan yang dihasilkan pun sangat kecil *apaan sih gw?*

Jarak dari Metro Mini yang saya naiki dengan Metro Mini yang mogok tersebut sekitar 50 meter. Jarak yang demikian dekat tersebut rasanya lama sekali dilalui. Biasanya di daerah tersebut ada polentas yang menjaga, tapi hari itu entah mengapa belum terlihat batang hidungnya. 15 menit kemudian, baru tampak seorang polisi bernama Pak Dudung datang. Dia tampak geram melihat Metro Mini yang mogok plus jalanan yang macet parah. *mungkin tiap polantas ada KPI ya, yaitu untuk meredam kemacetan :P* Langsunglah dia menegur supir dari Metro Mini yang mogok tersebut. Tapi ya mau menegur seperti apa pun, masalah juga tidak akan teratasi. Metro Mini yang mogok tetap menghalangi jalanan.

Kebetulan jarak Metro Mini yang saya tumpangi sudah dekat dengan Metro Mini yang mogok. Melihat polisi, Pak Asep langsung berteriak, “Pak, dorong, dorong!”. Si polisi pun langsung menangkap maksud si Asep tersebut, dan segeralah dia masuk Metro Mini, ke belakang kemudi. Dan, Pak Asep langsung beraksi. Dia “menabrakkan” Metro Mini nya ke Metro Mini yang mogok tersebut, lalu mendorongnya sejauh beberapa puluh meter sampai ke jalanan yang ukurannya lebar. Jalanan di belakang kami pun menjadi lebih leluasa.

Ya, mungkin hal tersebut terdengar adalah hal yang biasa. Tetapi, bagi saya itu merupakan hal yang luar biasa. Mengapa? Pak Asep telah menunjukkan setidaknya 3 hal: 1. INISIATIF 2. PEDULI 3. ACTION (tadinya mau nulis aksi, tapi kok yang kebayang di otak saya adalah demo ya? hahaha). Tiga hal tersebut lah yang membedakan Pak Asep dengan supir-supir Metro Mini di depannya. FYI, setidaknya ada 2 atau 3 Metro Mini yang berada di belakang Metro Mini mogok tersebut, tetapi mereka tidak melakukan apa-apa. Pak Asep berbeda, dia sejak tahu ada yang mogok langsung berinisiatif untuk mendorongnya dengan Metro Mini yang dikemudikannya. Pak Asep juga mengatakan, “kasian macet parah gini, mending gue dorong aja. Kayak gini mah gue udah biasa. Dulu pernah ada yang mogok di depan ITC Fatmawati, gue dorong sampe Blok A. Jangankan cuma Metro Mini, Patas aja pernah gue dorong”. Dengerin hal itu, saya jadi takjub sendiri. Ya, mungkin hal itu sederhana. Tetapi bahkan untuk hal sesederhana itu, tidak semua orang dapat, atau mau melakukannya. Yang lebih hebat lagi, Pak Asep juga melakukan dengan tindakan nyata, tidak sebatas ide atau wacana saja.

Saya jadi ingat akan beberapa kejadian sewaktu saya naik Bus Trans Jakarta. Pernah ada 1 atau 2 kali dimana bus yang saya naiki AC-nya bocor sehingga tetesan air AC membasahi kursi di bawahnya. Pastinya kursi tersebut menjadi tidak dapat diduduki oleh penumpang. Penumpang yang baru naik ke bus dan tidak mengetahui kondisi kursi, akan mengira itu kursi kosong, dan langsung mendudukinya. Padahal kursi itu kosong bukannya tanpa alasan, tapi karena basah. Saya pernah terkena “jebakan” seperti itu, dan duduk di kursi basah tersebut. Hal tersebut membuat perasaan saya bercampur aduk antara geram, sedih, dan kecewa. Mengapa tidak ada satupun penumpang yang memberitahukan hal tersebut kepada saya? Kejadian yang sama hampir terulang kepada penumpang-penumpang lain yang naik setelah saya apabila saya tidak berinisiatif untuk memberitahukan mereka. Penumpang lainnya tidak ada yang memberikan peringatan.

Saya pun berinisiatif untuk mencari kertas kosong dari tas saya, lalu menuliskan ‘AWAS BASAH’ di kertas tersebut, kemudian menaruhnya di atas kursi yang basah. Bukan apa-apa, tapi lebih supaya tidak ada korban lainnya seperti saya. Apalagi penumpang lain tidak ada yang mengingatkan juga. Sampai saat ini saya benar-benar bingung akan hal ini. Sebegitu parahkah kondisi penduduk di Jakarta? Jika sesuatu tersebut tidak memberikan keuntungan kepada dirinya, maka hal tersebut tidak perlu dikerjakan. Sebegitu tidak pedulinyakah kita? Tentu tidak semua, dan saya tidak mau melakukan generalisasi akan hal ini. Tetapi tetap saja, faktanya banyak dari kita yang demikian.

Yak, semoga kita bisa menjadi lebih inisiatif, lebih peduli, dan mewujudkannya dengan aksi nyata. Ga usah muluk-muluk di hal yang berat, tapi hal yang sederhana saja dahulu. Okay? :)

About me

  • M.Rabindra Surya aka Arya aka Rabz
  • Male
  • CSUI
  • Twenty
  • Maaf kalo ada postingan dengan bahasa Inggris kacaubalau. Lagi belajar ^^"